Detail News

PERINGATI HARI PREMATUR SEDUNIA, NUTRICIA SARIHUSADA AJAK ORANG TUA MENGENAL PENANGANAN DAN PENCEGAHAN ANAK LAHIR PREMATUR

27 November 2018

Selain pencegahan, nutrisi untuk mengejar ketinggalan pertumbuhan dapat mendukung tumbuh kembang optimal dan masa depan anak dengan kelahiran prematur.

Jakarta, 17 November 2018 – Sudah pemahaman umum bahwa 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) merupakan periode emas bagi tumbuh kembang anak, termasuk pada 270 hari masa kehamilan normal. Namun, bagaimana dengan anak yang lahir sebelum masa kehamilan normal selesai, atau prematur?  Nutricia Sarihusada kembali mengadakan Bicara Gizi dengan tema “Dukung Si Kecil yang Lahir Prematur untuk Tumbuh Kembang Optimal” untuk meningkatkan pengetahuan orang tua mengenai kondisi anak lahir prematur, risiko kesehatan serta nutrisi yang dibutuhkan.

Di seluruh dunia, sejumlah 15 juta bayi terlahir prematur per tahunnya, dan angka ini bertambah. Indonesia menempati peringkat ke-5 kelahiran prematur tertinggi di dunia, dengan angka kejadian 15,5% (Blencowe, et al. 2012; Liu, et al. 2012). Anak yang terlahir prematur merupakan anak yang lahir pada usia kehamilan (gestasi) kurang dari 37 minggu akibat berbagai kondisi. Dengan kondisi tubuh yang belum optimal dan besarnya tantangan pemenuhan nutrisi, anak yang terlahir prematur membutuhkan perhatian dan penanganan khusus untuk bisa mendukung tumbuh kembang dan masa depannya.

dr. Putri Maharani Tristanita Marsubrin, SpA (K) selaku Dokter Anak Konsultan Neonatalogi RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) menyampaikan, “Anak yang terlahir prematur berisiko memiliki kondisi kesehatan yang memerlukan perhatian khusus karena dapat berdampak pada tumbuh kembangnya, baik dalam jangka pendek ataupun panjang. Perlu diingat bahwa masa depan anak tidak hanya ditentukan setelah ia lahir. Masa depan seorang anak dipengaruhi oleh status kesehatan pada 1000 hari pertama, dimulai sejak masih di dalam kandungan ibu (270 hari).”

Bayi prematur memiliki banyak tantangan kesehatan setelah lahir, seperti gangguan pernafasan, peningkatan risiko infeksi, dan peningkatan risiko penyakit tidak menular atau non communicable diseases (NDS) seperti hipertensi dan diabetes di kemudian hari, atau masalah kesehatan yang lain (Hovl, et al. 2007).  Salah satu cara mengurangi hal tersebut adalah dengan mengetahui faktor risiko ibu melahirkan anak prematur.

Kondisi hipertensi, diabetes, asma, gangguan tiroid, pre-eklamsia, serta gangguan autoimun dan anemia pada calon ibu merupakan beberapa faktor yang dapat memicu anak lahir secara prematur. Khususnya anemia, Riskesdas 2013 menunjukkan 37,1% ibu hamil menderita anemia, yaitu ibu hamil dengan kadar Hb kurang dari 11,0 gram/dl, dengan proporsi yang hampir sama antara di kawasan perkotaan (36,4%) dan perdesaan (37,8%).

Lantas, bagaimana jika kasus anak terlahir prematur terjadi?  dr. Putri menambahkan, “Perawatan  anak prematur bisa dikategorikan sangat rumit dan kompleks karena besarnya risiko yang dapat terjadi pada awal kehidupannya. Ketika anak lahir prematur, salah satu hal penting yang perlu dilakukan adalah penanganan nutrisi untuk mengejar ketinggalan tumbuh kembang selama periode emas 1000 HPK tersebut.”

Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi secara optimal, tidak terlalu berlebihan ataupun kekurangan. Asupan nutrisi diberikan dengan tujuan untuk mengejar pertumbuhan yang seharusnya dicapai pada saat di dalam kandungan. Pemberian nutrisi bersifat individual dan dipantau menggunakan grafik pertumbuhan. Selanjutnya, anak prematur yang baru lahir, dengan pertimbangan klinis khusus, memerlukan skrining pemeriksaan mata, telinga, tulang, darah, dan pemeriksaan ultrasonografi kepala karena kelompok bayi ini rentan terhadap gangguan pada beberapa sistem vital tubuh tersebut.

Joanna Alexandra, seorang selebriti yang juga Ibu dengan anak terlahir prematur menambahkan, “Sebagai seorang Ibu dengan anak yang terlahir prematur, saya pasti ingin dapat mengetahui apa hal terbaik yang bisa saya berikan untuk mendukung tumbuh kembang si Kecil. Saya sangat senang dapat berbagi pengalaman dengan ibu-ibu lain dan belajar dari para ahli dalam Bicara Gizi ini.”

Sebagai penutup, Arif Mujahidin, Corporate Communication Director Danone Indonesia mengatakan, “Kami berharap kegiatan Bicara Gizi, khususnya mengenai tata laksana anak yang terlahir prematur, dapat meningkatkan kesadaran masyarakat serta mendorong penanganan nutrisi yang tepat bagi anak demi tumbuh dan kembang optimal dan masa depan yang cerah.”